Annyeong !! Akhirnyaaa Chapter 6 jadi juga !! Yuhuuu *joget oppa,oppa* Haaaah, setelah 2 bulan lebih waktu yang dibuthkan untuk menyelesaikan chapter ini. Neomu neomu neomu gomawoo buat teman-teman yang menyemangatiku menyelesaikan chapter 6 ini hehe *terharu* well, aku berterimakasih banget buat teman-teman yang udah setia baca fanfic ini dan ga bosen-bosennya ngedengerin celotehku untuk membaca fanfic ini haha, neomu gomawo, jinjja gomawoo :)) oh iya, minta tolong banget nih buat yang baca fanfickku ini memberikan kometar, kritik juga saran untuk fanfic kedepannya. hehe ^^ Oke caw ajalah yaaa, selamat membaca ^^ *bow*
Shin Ri Hyun berjalan sendirian di jalanan komplek flat atau yang biasa ia sebut rumahnya sendiri bersama MinYoung ditemani angin musim gugur yang masih berhembus kencang. Ia lebih merapatkan jaket merahnya, mendekap tubuhnya sendiri yang kedinginan dan mempercepat langkahnya. Matanya masih terlihat sembab dan wajahnya sedikit terlihat pucat, dingin, tidak ada cahaya, rambutnya yang lurus juga terlihat begitu lepek dan secara keseluruhan, ia terlihat begitu lelah. Mungkin ia masih sangat sedih dan stress mengenai kejadian yang baru saja ia alami.
Shin Ri Hyun berjalan sendirian di jalanan komplek flat atau yang biasa ia sebut rumahnya sendiri bersama MinYoung ditemani angin musim gugur yang masih berhembus kencang. Ia lebih merapatkan jaket merahnya, mendekap tubuhnya sendiri yang kedinginan dan mempercepat langkahnya. Matanya masih terlihat sembab dan wajahnya sedikit terlihat pucat, dingin, tidak ada cahaya, rambutnya yang lurus juga terlihat begitu lepek dan secara keseluruhan, ia terlihat begitu lelah. Mungkin ia masih sangat sedih dan stress mengenai kejadian yang baru saja ia alami.
Bukan,
ia bukan sedih karena Eunhyuk yang baru saja bersikap dingin dan jutek bahkan
marah terhadapnya, tapi Rihyun sedih karena ia menyadari betapa bodohnya ia
melakukan hal itu, mengambil keputusan yang salah dengan mengatakan sebuah
kebohongan besar kepada Eunhyuk hanya karena seorang Awan yang sedang
mengancamnya. Tapi saat ini, RiHyun tau, ia tidak mungkin menarik kembali
kata-katanya. Dan mau tidak mau, ia harus mengakui, Awan benar. Ia sendiri yang
membuat keputusan itu dan sekali lagi. Mau tidak mau, Rihyun harus
menyelesaikannya juga. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana ia
menyelesaikannya?
Pikiran
itu masih saja berkecamuk di otaknya sampai-sampai ia tidak menyadari kehadiran
seseorang di depan rumahnya. Rihyun mulai mengeluarkan kunci rumahnya,
memasukkan kunci tersebut ke lubang pintu dan memutarnya. Ia kemudian membuka
pintunya ketika seseorang yang berada agak jauh darinya memanggilnya.
“Rihyun-ah?
Yah! Kau tidak melihatku?” sebuah suara
membuat Rihyun sedikit terkejut.
Rihyun
menoleh, mencari sumber suara tersebut. Ia tersenyum kecil.
“Donghae-ah
? Ya ampun, mianhae, sungguh aku benar-benar tidak melihatmu. Bagaimana kau
bisa di sini?” Rihyun bertanya heran. Tentu saja, baru saja 30 menit yang lalu
Donghae meneleponnya dan sekarang ia sudah berda di teras kecil rumahnya?
“Gwencana.
Aku cuma sedikit heran, kenapa kamu terlihat kucel sekali Hyun-ah? Tidak
biasanya kamu seperti ini. Tunggu sebentar, apakah kamu habis menangis?”
Donghae meluncurkan berbagai pertanyaan yang sungguh, tidak ingin Rihyun jawab
saat ini. Ia hanya ingin mandi, kemudian tidur dan melupakan semuanya.
Se-mu-a-nya tak terkecuali Eunhyuk.
Donghae
menatap Rihyun, mencari jawaban yang sepertinya sudah ia dapatkan. “Oke, aku
tahu kalau kamu sedang ada masalah dan mungkin tidak ingin diganggu. Tapi, kau
bisa menceritakannya padaku Hyun-ah. Siapa tahu aku bisa membantumu?”
Rihyun
terdiam. Memikirkan apakah itu ide baik atau buruk. Tapi, jujur saja, ia memang
tidak bisa memendamnya sendiri dan bercerita kepada kedua orangtuanya juga
bukanlah salah satu ide bagus yang ada di dalam pikirannya.
“Mungkin
kau benar. Masuk aja dulu.” Rihyun melihat
Donghae yang terenyum senang. Ia pun ikut tersenyum dan mengajaknya
masuk ke rumahnya.
“Minyoung
tidak ada di sini malam ini. Ia masih berada di Incheon Donghae-ah.” Ucap
Rihyun pada Donghae yang sedang menengok-nengok mencari tanda-tanda kehidupan
lainnya tapi rumah itu tetap sepi dan kosong selain tentu saja, mereka berdua.
“aku
tidak sedang mencarinya RiHyun-ah.” Jawab Donghae salah tingkah begitu ia
selesai melihat keadaan rumah Rihyun.
“Jincaeyo?
Tapi matamu tidak berkata begitu. Sudahlah Donghae-ah, kau itu tidak bisa
membohongiku.”
“Memangnya
sudah berapa lama kau sudah mengenalku? Aku merasa kau jadi seperti ibuku
Rihhyun-ah.”
“3
tahun. Hampir tiap hari ibumu meneleponku menanyakan keseharianmu. Kau tahu itu
kan?”
“Ne
ne ne. Aku tahu itu. Ibuku memang berlebihan. Sudahlah, jangan membicarakan
ibuku lagi,” Donghae berjalan menuju kursi tamu dan bersandar di atasnya. Matanya
masih menatap Rihyun. Gadis di depannya benar-benar terlihat lelah sekali dan
matanya benar-benar sembab. Apa yang dikatakan Eunhyuk padanya sampai-sampai
Rihyun seperti ini?
“Donghae-ah.
Aku mau mandi dulu. Kalau kau haus, kau ambil saja apa yang kamu mau.”
“Oke.
Eh, tapi Rihyun-ah. Aku mau Minyoung. Tidak ada ya?”
“YAH!
Jangan bercanda, aku sedang tidak ingin bercanda Donghae-ssi.”
“Ne
ne. Mianhae,” Kemudian menghempaskan diri
dan tidur di sofa empuk milik RiHyun.
*
“Aku
membuatkanmu coklat panas. Aku rasa Itu bisa membuat keadaanmu lebih baik.”
Donghae menghampiri Rihyun sambil membawa dua cangkir berisi coklat panas. Ia
menyerahkan salah satunya kepada Rihyun yang baru saja turun tangga dan ikut
duduk di sofa. Ia mengambil sikap duduk yang ooh~ oke, seperti ingin mendengar
sebuah dongeng klasik. Itu memang agak berlebihan tapi tidak dihiraukan oleh Rihyun.
Rihyun
menyeruput coklat panasnya pelan dan menenangkan pikirannya sebentar sebelum ia
memulai cerita panjang lebarnya pada Donghae.
“Jadi,
apa yang ingin kau dengar?” tanya Rihyun dan menoleh ke arah tempat duduk
Donghae.
“
Semuanya!! Oh, oke. Aku sudah mengetahui permasalahanmu apa dengan Eunhyuk.
Tapi yang ingin aku tanyakan adalah, siapa itu Awan? Dan apa hubungannya
denganmu? Kenapa kau tidak pernah cerita tentangnya sedikitpun padaku? Dan
kenapa ia tiba-tiba masuk ke dalam kehidupanmu sekarang ini dan mengaku-ngaku
sebagai pacarmu. Atau, jangan-jangan ia memang pacarmu? Aiiiish, Aku bingung
untuk mencerna semua itu Hyun-ah.”
“Sekarang
aku yang bingung. Pertanyaamu sungguh banyak, kau tahu?” Rihyun terdiam
sebentar kemudian meletakkan cangkirnya
di meja dan memandang Donghae, “mmm.. tapi
kau benar. Ia memang pacarku.” Rihyun terdiam kembali. Ingin melihat
bagaimana reaksi Donghae tentang apa yang barusan ia katakan. Dan ternyata ia benar.
“Mwoyo??
Pacarmu? Sejak kapan? Kau tidak pernah memberitahuku.” Tanya Donghae sangat
penasaran, tapi ia masih bersikap tenang. Bagaimana tidak? Begitu banyak
pertanyaan yang sebelumnya sudah ia ajukan, tapi sekarang ia malah semakin
banyak pertanyaan yang ingin sekali ia mendapat jawabannya.
“Ne,
memang. Ia memang pacarku. Tapi itu dulu, sewaktu aku masih SMA dan saat aku
masih tinggal di Indonesia.”
“Lalu?”
“He’s
my first love..”
“Geuraeyo?
Lalu kenapa kalian putus?”
“Eo.
Panjang sekali ceritanya. Tapi yang jelas, aku sudah tidak menyukainya dan
tidak ada hubungan apa-apa lagi. Ia hanya sebuah masa laluku. Itu saja.”
“Masa
lalu? Kenapa sekarang ia muncul lagi dan kenapa kau bilang pada Eunhyuk kalau
kalian ternyata pacaran?"
“Aku
sendiri tidak tahu kenapa tiba-tiba ia sekarang berada di sini bahkan mulai
mengacau kehidupanku. Ia ingin aku menjadi pacarnya kembali. Tapi aku tidak mau
sampai akhirnya ia memberiku pilihan yang harus aku pilih dan pilihanku membuat
insiden kayak tadi.”
“Apakah
Awan yang membuatmu pergi dan akhirnya tinggal menetap di sini?”
“Ne,
geurae..”
“Bisakah
kau ceritakan semuanya? Seberapa dekat hubunganmu dengan Awan dulu?”
“kau
sungguh ingin mendengar ceritaku?” tanya Rihyun hati-hati. DAri wajahnya ia
terlihat ragu untuk meceritakannya atu tidak. Sebenarnya, ia merasa berat
sekali harus membuka kotak kenangannya bersama Awan. Tapi, ia sudah terlanjur
cerita dengan Donghae. Donghae mengangguk dan Rihyun menarik napas panjang
beratnya.
*
Donghae
menurunkan kecepatan mobilnya dan memasang headset yang berada di sebelahnya
seraya memfokuskan kembali pandangannya terhadap jalan yang ada di depannya. Sudah jam 12
malam, pikirnya. Tapi ia sama sekali belum bertemu Eunhyuk atau diteleponnya
sejak dari gedung GDA. Tumben sekali. Ia membelokkan mobilnya pada perempatan
di depannya saat ponselnya bergetar. Lee
Hyuk Jae. Itulah nama yang tertera pada layar ponsel Donghae. Ia segera
menjawabnya.
“Yoboseyo.
Eunhyuk-ssi kau di mana?”
“Wae?
Aku sedang di jalan menuju rumahmu. Ada apa? Oh iya aku menginap di rumahmu ya
malam ini? Hanya sekali saja. Sungguh.”
“Untuk
apa?” Donghae terdiam sebentar melihat kaca mobilnya sebelah kiri. Ia melihat
seseorang yang sangat dikenalnya. “Hyukkie, apakah kau sendirian sekarang?
Kenapa kau jalan kaki begitu. Di mana mobilmu?”
Eunhyuk
yang berada di pinggir jalan berhenti. Mencari-cari di mana Donghae berada saat
sebuah mobil Audy warna hitam melintas dan berhenti di depannya. Kaca mobilnya
mulai terbuka dan Donghae melongok dari dalam mobil ke arahnya.
“YAH!
Donghae-ah!!” Eunhyuk berlari menghampiri mobil Donghae dan segera masuk ke
dalamnya. Ia menatapnya dan melemparkan senyum yang entah apa maksudnya itu
kepada Donghae.
“YaH!
Hyukkie, jangan menatapku seolah-olah aku ini pacarmu seperti itu.” Donghae
melengos, menjalankan kembali mobilnya.
“Aku
ini memang pacarmu. Kau ingat kan?” ledek Eunhyuk kepada Donghae. Ia tertawa
sambil mengingat pertama kali couple EunHae ada dan ini semua gara-gara Zhoumi.
“Ingat
apanya? Kau ini ngaco sekali ya HyukJae. Wae? Frustasi karena mengetahui Rihyun-ah
sudah punya pacar?” Donghae kembali melihat Eunhyuk. Kali ini ia tersenyum
evil, menunggu reaksi Eunhyuk akan seperti apa.
“YAH!
Tidak bisakah kau tidak membicarakan Rihyun sehari saja? Aku tidak mau
mendengar tentang dia hari ini.” Eunhyuk mengalihkan pandangannya pada jalan
raya, mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri.
“Hari
ini kan sudah lewat Eunhyuk-ah. Lihat, sudah jam 12 lebih 5 menit. Itu
artinya..”
“Mwo?
Kenapa tidak dilanjutkan?”
“Anniya..
sudahlah kau bilang tidak mau membicarakannya jadi aku tidak melanjutkan.” Jawab
Donghae santai, tapi ia merasa bersalah terhadap Eunhyuk. Raut wajah Eunhyuk
benar-benar menunjukkan kalau ia tidak suka membicarakan Rihyun untuk saat ini.
“Baguslah
kau bisa mengerti aku. Omong-omong, kau habis dari mana?”
“Rumah
Rihyun.” Jawab Donghae singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan raya.
Heran, sejak kapan Seoul selalu ramai begini ya? Padahal ini tengah malam.
“Ngapain?”
*
Eunhyuk
melamun, masih memikirkan ucapan Donghae kemarin malam. Ia sungguh tidak
mengerti saat ini, bingung akan perasaannya terhadap Rihyun. Eunhyuk kemudian
bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri kolam yang berada tepat di
depannya. Ia kemudian mengambil
batu-batu kerikil dan melemparkannya ke dalam air.
“Aiiish..
Rihyun-ah, kenapa kau membuatku seperti ini?” Eunhyuk berhenti melempar dan
kemudian bergumam lagi, “Neo, nan jeongmal saranghae. Jinjja ...” Eunhyuk
menjatuhkan batu-batu kerikil yang berada di tangannya ketika tiba-tiba saja
poselnya berdering. Lee Donghae?
“Yoboseyo Donghae-ah” Eunhyuk menjauhkan
diri dari kolam dan kembali ke tempat duduknya
dan mendengarkan Donghae dengan seksama, “Donghae-ah, aku tidak bisa
mengerti apa yang kau katakan. Pelan-pelan sedikit dong..” Eunhyuk memandang
sekeliling, mencari tempat yang agak sepi agar bisa mendengar ucapan Donghae
barusan. Ia mencari-cari tempat yang pas, tapi ternyata hasilnya nihil. Ia
merapatkan ponselnya ke telinga, berusaha mencerna ucapan Donghae. “Mwoyo??? Jinjja?? Aku akan segera ke sana.
Eh, tapi di mana?”
*
RiHyun-ah.. Rihyun-ah.. neo, gwenchanhayo?
“Donghae-ah
!! Aiiish, jinjja! Aku mencari-carimu. Bagaimana keadaan Rihyun-ah?” tanya Eunhyuk
sembari mengembalikan napasnya yang masih terengah-engah.
“Keadaannya
masih kritis dan ia masih belum sadarkan diri.” Jelas Awan tanpa Eunhyuk minta.
Wajahnya terlihat agak cemas tapi masih terlihat tenang. Pembawaan dirinya juga begitu diam, nyaris tanpa ekspresi jika
dilihat dari jauh.
Eunhyuk
menoleh, kemudian memalingkan wajahnya lagi dan menatap Donghae, mencari
jawabannya.
“Aku
gak tahu pastinya, aku sedang lewat di jalan, menuju –kau tahu, kantor SM. Ada
hal yang harus kubicarakan dengan manager mengenai Super Junior M, tapi begitu
aku melewati stasiun bus ujung jalan
sana, aku melihat kerumunan. Dan aku melihat dia diantara kerumunan tersebut.”
Donghae menunjuk Awan dengan tatapn sebal dan entahlah, tidak dapat dijelaskan.
“Lalu?
Kau kan tidak mengenalinya Donghae?”
“Memang.
Aku menepikan mobilku, karena yah –kupikir aku bisa menolong korban kecelakaan
tadi sebelum pergi ke kantor. Janjiku masih lama, jadi aku putuskan menghampiri
kerumunan tadi dan begitu aku sampai di sana, aku kaget ternyata dia Rihyun.”
“Seberapa
parah keadaannya?”
“Benturan
kepalanya tidak terlalu serius, tapi ia banyak mengeluarkan darah tadi. Aku
belum tahu, dokter belum keluar dari tadi. Aku juga sudah memberitahu MinYoung
soal hal ini.”
“Aiiish.
Neo!! Apa yang terjadi sampai-sampai RiHyun mengalami hal ini?” Eunhyuk
berbalik memunggungi Donghae dan memicingkan matanya pada Awan.
“Aku
tadi berdebat dengannya. Tapi saat ia ingin pergi, aku menahannya. Ia memaksa
melepaskan tangannya. Aku tidak membiarkan hal itu, namun ia tetap berusaha
melepaskan tangannya dan akhirnya kulepas. Namun ia terjatuh dan saat ia bangun
dan ingin pergi, sebuah mobil tidak sengaja menabraknya.”
“Jadi
pada intinya, semua ini karena kau? Karena kau yang berdebat dengannya dan kau
yang dengan bodohnya melepas tangan Rihyun tanpa menyadari ada mobil di
kejauhan? Geuraeyo?”
Eunhyuk
berbalik, menghempaskan tangannya yang terkepal dan mengusap wajahnya yang
berkeringat. Ia kembali menghadap Awan dan secara spontan mendaratkan sebuah
pukulan keras di pipi Awan. Awan meringis, menahan sakit dan darah yang
menyembur keluar dari sudut bibirnya dan menatap tajam ke arah Eunhyuk.
“YAH!
Apa yang kau lakukan?”
“Apa
kau bilang? Aku tanya, apa yang kau lakukan pada RiHyun? Kau membahayakannya
kau tahu? Dan sekarang kau masih bilang kayak gitu? Aiiis jinjja!!” Awan
terdiam, menyadrai kesalahannya.
“Eo.
Aku memang salah. Tapi tidakkah kau berpikir? Aku juga menyukai Rihyun, jauh
menyukai dibandingkan dirimu. Mana mungkin aku tega berbuat seperti itu
padanya? Kau pikir aku ini apa?”
Donghae
yang melihat kejadian itu, langsung menahan Eunhyuk dan membawanya jauh dari
Awan.
“Pantas
saja RiHyun lebih memilihku. Kau sam sekali tidak pantas untuk Rihyun. Lihat
saja dirimu! Emosional, gak pernah berpikir jernih dan panjang. Kau terlalu kekanak-kanakan.”
Timpal Awan panjang. Ia mengelap darah yang masih keluar dari sudut bibirnya
dan kembali menatap Eunhyuk diam.
“Awan-ssi.
Berhentilah bicara. Yang kau lakukan hanya memperkeruh suasana.” Sekarang
giliran Donghae yang menatap Awan. Ia kembali melihat jam tangannya. Sudah hampir 1 jam, tapi dokter ataupun
Minyoung belum datang juga. Batin Donghae.
*
“YAAH!
Donghae-ssi. Gimana keadaan Rihyun-ah? Apa yang terjadi?” MinYoung datang
sendirian saat Donghae mencoba menghubunginya sekali lagi. Ia datang dari arah
yang sama saat Eunhyuk datang dan pada kondisi yang sama pula.
“Lebih
baik kau tanyakan saja pada orang yang tepat.” Ia menunjuk ke arah Awan datar.
Membiarkan Awan melihatnya sebal, karena memang itulah yang diinginkannya.
MinYoung
menoleh, mencari orang yang dimaksud Donghae. Untuk sesaat ia mengernyit,
terkejut , lantaran tidak pernah melihat Awan sebelumnya. Minyoung masih
menatapnya, berusaha mencari tahu tetapi tidak berkata apa-apa.
“Itu
semua kesalahanku. Aku yang menyebabkannya seperti ini, tapi sungguh. Aku tidak
sengaja melakukannya.”
“Maksudmu?
Sebentar, kau ini siapa yah? Orang yang menabrak Rihyun-ah?” MinYoung bertanya
bingung. Ia ingin melanjutkan pertanyaan lagi ketika pintu ruangan Rihyun dibuka.
Dokter keluar dari ruangan dan menghampiri Donghae juga Eunhyuk. Ia mengelap
wajahnya yang dipenuhi keringat.
“Dokter,
bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Eunhyuk yang disusul kemudian pertanyaan
dari Awan,
“Apakah
keadaannya sudah lebih baik sekarang?”
“Belum.
Kami membutuhkan donor darah sekarang. Apakah ada yang bersedia?” Dokter
bertanya hati-hati. Semua yang berada di sana mengajukan dirinya untuk menjadi
pendonor.
“Tunggu
sebentar. Kami membutuhkan golongan darah O. Apa ada yang sama?”
“Aku
bergolongan darah sama dengan Rihyun-ah.” Semuanya terdiam saat Eunhyuk
tiba-tiba bicara. Memang, golongan darah Eunhyuk adalah O dan mungkin tidak ada
yang sama lagi selain dirinya di sana.
“Baiklah.
Mari ikut aku.” Dokter menuntun Eunhyuk berjalan mengikutinya menuju ruang
tempat Rihyun dirawat.
“Tunggu
sebentar dokter. Aku juga bergolongan darah O.”
*
“Apa
maksudmu? Kau juga bergolongan darah O? Aiiish yang benar saja. Sekarang kau
ingin mendonorkan darahmu juga untuk RiHyun-ah? Kau tidak ingat apa yang kau
lakukan pada Rihyun-ah Awan-ssi?” Eunhyuk mendekati Awan dan berbicara persis
dihadapannya.
“YAH!
Berhenti untuk terus menyalahkanku. Memangnya
kau ini siapa? Kau sama sekali tidak berhak menyalahkanku.” Tukas Awan tak
sabaran. Ia sudah cukup kesal di bulli oleh semua orang yang berada di situ.
“Memang,
tapi aku tidak akan membiarkanmu menjadi donor darah untuk RIHyun-ah. Arasseo?”
“YAH!
Kalian berdua. Bisakah kalian berhenti berdebat dan mulai membantu Rihyun-ah?
Kalau kalian terus begini yang ada Rihyun-ah tidak bisa tertolong.” Min Young
mulai bicara. Ia kemudian menghampiri Eunhyuk dan menyuruhnya masuk ke dalam
kamar Rihyun, mengikuti dokter.
“Biar
Eunhyuk saja. Kenapa? Karena aku mengenal Eunhyuk dan tidak mengenalmu dan
karena aku saudara sepupu Rihyun, jadi aku berhak menentukan siapa yang menjadi
donor untuk Rihyun-ah. Arasseo?”
Awan
membuang wajahnya. Ia terlihat sangat kesal.
“Jadi,
bisakah kau menceritakan semuanya padaku? Siapa dirimu? Bagaimana awalnya
kecelakaan ini? Dan kenapa –oh kenapa kau bilang ini semua salahmu? ”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar