Senin, Februari 13, 2012

One Love. Chapter 6 (By : 신 리 현)


Annyeong !! Akhirnyaaa Chapter 6 jadi juga !! Yuhuuu *joget oppa,oppa* Haaaah, setelah 2 bulan lebih waktu yang dibuthkan untuk menyelesaikan chapter ini. Neomu neomu neomu gomawoo buat teman-teman yang menyemangatiku menyelesaikan chapter 6 ini hehe *terharu* well, aku berterimakasih banget buat teman-teman yang udah setia baca fanfic ini dan ga bosen-bosennya ngedengerin celotehku untuk membaca fanfic ini haha, neomu gomawo, jinjja gomawoo :)) oh iya,  minta tolong banget nih buat yang baca fanfickku ini memberikan kometar, kritik juga saran untuk fanfic kedepannya. hehe ^^ Oke caw ajalah yaaa, selamat membaca ^^ *bow*

Shin Ri Hyun berjalan sendirian di jalanan komplek flat atau yang biasa ia sebut rumahnya sendiri bersama MinYoung ditemani angin musim gugur yang masih berhembus kencang. Ia lebih merapatkan jaket merahnya, mendekap tubuhnya sendiri yang kedinginan dan mempercepat langkahnya. Matanya masih terlihat sembab dan wajahnya sedikit terlihat pucat, dingin, tidak ada cahaya, rambutnya yang lurus juga terlihat begitu lepek dan secara keseluruhan, ia terlihat begitu lelah. Mungkin ia masih sangat sedih dan stress mengenai kejadian yang baru saja ia alami.

Bukan, ia bukan sedih karena Eunhyuk yang baru saja bersikap dingin dan jutek bahkan marah terhadapnya, tapi Rihyun sedih karena ia menyadari betapa bodohnya ia melakukan hal itu, mengambil keputusan yang salah dengan mengatakan sebuah kebohongan besar kepada Eunhyuk hanya karena seorang Awan yang sedang mengancamnya. Tapi saat ini, RiHyun tau, ia tidak mungkin menarik kembali kata-katanya. Dan mau tidak mau, ia harus mengakui, Awan benar. Ia sendiri yang membuat keputusan itu dan sekali lagi. Mau tidak mau, Rihyun harus menyelesaikannya juga. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana ia menyelesaikannya?

Pikiran itu masih saja berkecamuk di otaknya sampai-sampai ia tidak menyadari kehadiran seseorang di depan rumahnya. Rihyun mulai mengeluarkan kunci rumahnya, memasukkan kunci tersebut ke lubang pintu dan memutarnya. Ia kemudian membuka pintunya ketika seseorang yang berada agak jauh darinya memanggilnya.

“Rihyun-ah? Yah!  Kau tidak melihatku?” sebuah suara membuat Rihyun sedikit terkejut.
Rihyun menoleh, mencari sumber suara tersebut. Ia tersenyum kecil.

“Donghae-ah ? Ya ampun, mianhae, sungguh aku benar-benar tidak melihatmu. Bagaimana kau bisa di sini?” Rihyun bertanya heran. Tentu saja, baru saja 30 menit yang lalu Donghae meneleponnya dan sekarang ia sudah berda di teras kecil rumahnya?

“Gwencana. Aku cuma sedikit heran, kenapa kamu terlihat kucel sekali Hyun-ah? Tidak biasanya kamu seperti ini. Tunggu sebentar, apakah kamu habis menangis?” Donghae meluncurkan berbagai pertanyaan yang sungguh, tidak ingin Rihyun jawab saat ini. Ia hanya ingin mandi, kemudian tidur dan melupakan semuanya. Se-mu-a-nya tak terkecuali Eunhyuk.

Donghae menatap Rihyun, mencari jawaban yang sepertinya sudah ia dapatkan. “Oke, aku tahu kalau kamu sedang ada masalah dan mungkin tidak ingin diganggu. Tapi, kau bisa menceritakannya padaku Hyun-ah. Siapa tahu aku bisa membantumu?”

Rihyun terdiam. Memikirkan apakah itu ide baik atau buruk. Tapi, jujur saja, ia memang tidak bisa memendamnya sendiri dan bercerita kepada kedua orangtuanya juga bukanlah salah satu ide bagus yang ada di dalam pikirannya.

“Mungkin kau benar. Masuk aja dulu.” Rihyun melihat  Donghae yang terenyum senang. Ia pun ikut tersenyum dan mengajaknya masuk ke rumahnya.

“Minyoung tidak ada di sini malam ini. Ia masih berada di Incheon Donghae-ah.” Ucap Rihyun pada Donghae yang sedang menengok-nengok mencari tanda-tanda kehidupan lainnya tapi rumah itu tetap sepi dan kosong selain tentu saja, mereka berdua.

“aku tidak sedang mencarinya RiHyun-ah.” Jawab Donghae salah tingkah begitu ia selesai melihat keadaan rumah Rihyun.

“Jincaeyo? Tapi matamu tidak berkata begitu. Sudahlah Donghae-ah, kau itu tidak bisa membohongiku.”

“Memangnya sudah berapa lama kau sudah mengenalku? Aku merasa kau jadi seperti ibuku Rihhyun-ah.”

“3 tahun. Hampir tiap hari ibumu meneleponku menanyakan keseharianmu. Kau tahu itu kan?”

“Ne ne ne. Aku tahu itu. Ibuku memang berlebihan. Sudahlah, jangan membicarakan ibuku lagi,” Donghae berjalan menuju kursi tamu dan bersandar di atasnya. Matanya masih menatap Rihyun. Gadis di depannya benar-benar terlihat lelah sekali dan matanya benar-benar sembab. Apa yang dikatakan Eunhyuk padanya sampai-sampai Rihyun seperti ini?

“Donghae-ah. Aku mau mandi dulu. Kalau kau haus, kau ambil saja apa yang kamu mau.”

“Oke. Eh, tapi Rihyun-ah. Aku mau Minyoung. Tidak ada ya?”

“YAH! Jangan bercanda, aku sedang tidak ingin bercanda Donghae-ssi.”

“Ne ne. Mianhae,” Kemudian menghempaskan diri  dan tidur di sofa empuk milik RiHyun.

*

“Aku membuatkanmu coklat panas. Aku rasa Itu bisa membuat keadaanmu lebih baik.” Donghae menghampiri Rihyun sambil membawa dua cangkir berisi coklat panas. Ia menyerahkan salah satunya kepada Rihyun yang baru saja turun tangga dan ikut duduk di sofa. Ia mengambil sikap duduk yang ooh~ oke, seperti ingin mendengar sebuah dongeng klasik. Itu memang agak berlebihan tapi tidak dihiraukan oleh Rihyun.

Rihyun menyeruput coklat panasnya pelan dan menenangkan pikirannya sebentar sebelum ia memulai cerita panjang lebarnya pada Donghae.

“Jadi, apa yang ingin kau dengar?” tanya Rihyun dan menoleh ke arah tempat duduk Donghae.

“ Semuanya!! Oh, oke. Aku sudah mengetahui permasalahanmu apa dengan Eunhyuk. Tapi yang ingin aku tanyakan adalah, siapa itu Awan? Dan apa hubungannya denganmu? Kenapa kau tidak pernah cerita tentangnya sedikitpun padaku? Dan kenapa ia tiba-tiba masuk ke dalam kehidupanmu sekarang ini dan mengaku-ngaku sebagai pacarmu. Atau, jangan-jangan ia memang pacarmu? Aiiiish, Aku bingung untuk mencerna semua itu Hyun-ah.”

“Sekarang aku yang bingung. Pertanyaamu sungguh banyak, kau tahu?” Rihyun terdiam sebentar  kemudian meletakkan cangkirnya di meja dan memandang Donghae, “mmm.. tapi  kau benar. Ia memang pacarku.” Rihyun terdiam kembali. Ingin melihat bagaimana reaksi Donghae tentang apa yang barusan ia katakan.  Dan ternyata ia benar.

“Mwoyo?? Pacarmu? Sejak kapan? Kau tidak pernah memberitahuku.” Tanya Donghae sangat penasaran, tapi ia masih bersikap tenang. Bagaimana tidak? Begitu banyak pertanyaan yang sebelumnya sudah ia ajukan, tapi sekarang ia malah semakin banyak pertanyaan yang ingin sekali ia mendapat jawabannya.

“Ne, memang. Ia memang pacarku. Tapi itu dulu, sewaktu aku masih SMA dan saat aku masih tinggal di Indonesia.”

“Lalu?”

“He’s my first love..”

“Geuraeyo? Lalu kenapa kalian  putus?”

“Eo. Panjang sekali ceritanya. Tapi yang jelas, aku sudah tidak menyukainya dan tidak ada hubungan apa-apa lagi. Ia hanya sebuah masa laluku. Itu saja.”

“Masa lalu? Kenapa sekarang ia muncul lagi dan kenapa kau bilang pada Eunhyuk kalau kalian ternyata  pacaran?"

“Aku sendiri tidak tahu kenapa tiba-tiba ia sekarang berada di sini bahkan mulai mengacau kehidupanku. Ia ingin aku menjadi pacarnya kembali. Tapi aku tidak mau sampai akhirnya ia memberiku pilihan yang harus aku pilih dan pilihanku membuat insiden kayak tadi.”

“Apakah Awan yang membuatmu pergi dan akhirnya tinggal menetap di sini?”

“Ne, geurae..”

“Bisakah kau ceritakan semuanya? Seberapa dekat hubunganmu dengan Awan dulu?”

“kau sungguh ingin mendengar ceritaku?” tanya Rihyun hati-hati. DAri wajahnya ia terlihat ragu untuk meceritakannya atu tidak. Sebenarnya, ia merasa berat sekali harus membuka kotak kenangannya bersama Awan. Tapi, ia sudah terlanjur cerita dengan Donghae. Donghae mengangguk dan Rihyun menarik napas panjang beratnya.

*

Donghae menurunkan kecepatan mobilnya dan memasang headset yang berada di sebelahnya seraya memfokuskan kembali pandangannya terhadap jalan yang ada di depannya. Sudah jam 12  malam, pikirnya. Tapi ia sama sekali belum bertemu Eunhyuk atau diteleponnya sejak dari gedung GDA. Tumben sekali. Ia membelokkan mobilnya pada perempatan di depannya saat ponselnya bergetar. Lee Hyuk Jae. Itulah nama yang tertera pada layar ponsel Donghae. Ia segera menjawabnya.

“Yoboseyo. Eunhyuk-ssi kau di mana?”

“Wae? Aku sedang di jalan menuju rumahmu. Ada apa? Oh iya aku menginap di rumahmu ya malam ini? Hanya sekali saja. Sungguh.”

“Untuk apa?” Donghae terdiam sebentar melihat kaca mobilnya sebelah kiri. Ia melihat seseorang yang sangat dikenalnya. “Hyukkie, apakah kau sendirian sekarang? Kenapa kau jalan kaki begitu. Di mana mobilmu?”

Eunhyuk yang berada di pinggir jalan berhenti. Mencari-cari di mana Donghae berada saat sebuah mobil Audy warna hitam melintas dan berhenti di depannya. Kaca mobilnya mulai terbuka dan Donghae melongok dari dalam mobil ke arahnya.

“YAH! Donghae-ah!!” Eunhyuk berlari menghampiri mobil Donghae dan segera masuk ke dalamnya. Ia menatapnya dan melemparkan senyum yang entah apa maksudnya itu kepada Donghae.

“YaH! Hyukkie, jangan menatapku seolah-olah aku ini pacarmu seperti itu.” Donghae melengos, menjalankan kembali mobilnya.

“Aku ini memang pacarmu. Kau ingat kan?” ledek Eunhyuk kepada Donghae. Ia tertawa sambil mengingat pertama kali couple EunHae ada dan ini semua gara-gara Zhoumi.

“Ingat apanya? Kau ini ngaco sekali ya HyukJae. Wae? Frustasi karena mengetahui Rihyun-ah sudah punya pacar?” Donghae kembali melihat Eunhyuk. Kali ini ia tersenyum evil, menunggu reaksi Eunhyuk akan seperti apa.

“YAH! Tidak bisakah kau tidak membicarakan Rihyun sehari saja? Aku tidak mau mendengar tentang dia hari ini.” Eunhyuk mengalihkan pandangannya pada jalan raya, mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri.

“Hari ini kan sudah lewat Eunhyuk-ah. Lihat, sudah jam 12 lebih 5 menit. Itu artinya..”

“Mwo? Kenapa tidak dilanjutkan?”

“Anniya.. sudahlah kau bilang tidak mau membicarakannya jadi aku tidak melanjutkan.” Jawab Donghae santai, tapi ia merasa bersalah terhadap Eunhyuk. Raut wajah Eunhyuk benar-benar menunjukkan kalau ia tidak suka membicarakan Rihyun untuk saat ini.

“Baguslah kau bisa mengerti aku. Omong-omong, kau habis dari mana?”

“Rumah Rihyun.” Jawab Donghae singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan raya. Heran, sejak kapan Seoul selalu ramai begini ya? Padahal ini tengah malam.

“Ngapain?”

*

Eunhyuk melamun, masih memikirkan ucapan Donghae kemarin malam. Ia sungguh tidak mengerti saat ini, bingung akan perasaannya terhadap Rihyun. Eunhyuk kemudian bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri kolam yang berada tepat di depannya.  Ia kemudian mengambil batu-batu kerikil dan melemparkannya ke dalam air.

“Aiiish.. Rihyun-ah, kenapa kau membuatku seperti ini?” Eunhyuk berhenti melempar dan kemudian bergumam lagi, “Neo, nan jeongmal saranghae. Jinjja ...” Eunhyuk menjatuhkan batu-batu kerikil yang berada di tangannya ketika tiba-tiba saja poselnya berdering. Lee Donghae?

Yoboseyo Donghae-ah” Eunhyuk menjauhkan diri dari kolam dan kembali ke tempat duduknya  dan mendengarkan Donghae dengan seksama, “Donghae-ah, aku tidak bisa mengerti apa yang kau katakan. Pelan-pelan sedikit dong..” Eunhyuk memandang sekeliling, mencari tempat yang agak sepi agar bisa mendengar ucapan Donghae barusan. Ia mencari-cari tempat yang pas, tapi ternyata hasilnya nihil. Ia merapatkan ponselnya ke telinga, berusaha mencerna ucapan Donghae.  “Mwoyo??? Jinjja?? Aku akan segera ke sana. Eh, tapi di mana?”

*

RiHyun-ah.. Rihyun-ah.. neo, gwenchanhayo?

Eunhyuk masih berlari. Napasnya terengah-engah, ia mencari-cari  kamar yang dimaksud oleh Donghae sewaktu di telepon tadi. Ia kemudian menemui pertigaan dan berbelok ke arah kiri, koridor kelas VIP.  Ia mulai terlihat sedikit lelah, mengubah kecepatan berlari perlahan dan berjalan dengan tenang tapi terburu. Wajahnya terlihat lega ketika ia belok ke kanan dan menemukan Donghae  berdiri bersama seorang namja lainnya, namja yang ia temui 2 malam yang lalu bersama RiHyun di gedung GDA.

“Donghae-ah !! Aiiish, jinjja! Aku mencari-carimu. Bagaimana keadaan Rihyun-ah?” tanya Eunhyuk sembari mengembalikan napasnya yang masih terengah-engah.

“Keadaannya masih kritis dan ia masih belum sadarkan diri.” Jelas Awan tanpa Eunhyuk minta. Wajahnya terlihat agak cemas tapi masih terlihat tenang. Pembawaan dirinya  juga begitu diam, nyaris tanpa ekspresi jika dilihat dari jauh.

Eunhyuk menoleh, kemudian memalingkan wajahnya lagi dan menatap Donghae, mencari jawabannya.

“Aku gak tahu pastinya, aku sedang lewat di jalan, menuju –kau tahu, kantor SM. Ada hal yang harus kubicarakan dengan manager mengenai Super Junior M, tapi begitu aku melewati  stasiun bus ujung jalan sana, aku melihat kerumunan. Dan aku melihat dia diantara kerumunan tersebut.” Donghae menunjuk Awan dengan tatapn sebal dan entahlah, tidak dapat dijelaskan.

“Lalu? Kau kan tidak mengenalinya Donghae?”

“Memang. Aku menepikan mobilku, karena yah –kupikir aku bisa menolong korban kecelakaan tadi sebelum pergi ke kantor. Janjiku masih lama, jadi aku putuskan menghampiri kerumunan tadi dan begitu aku sampai di sana, aku kaget ternyata dia Rihyun.”

“Seberapa parah keadaannya?”

“Benturan kepalanya tidak terlalu serius, tapi ia banyak mengeluarkan darah tadi. Aku belum tahu, dokter belum keluar dari tadi. Aku juga sudah memberitahu MinYoung soal hal ini.”

“Aiiish. Neo!! Apa yang terjadi sampai-sampai RiHyun mengalami hal ini?” Eunhyuk berbalik memunggungi Donghae dan memicingkan matanya pada Awan.

“Aku tadi berdebat dengannya. Tapi saat ia ingin pergi, aku menahannya. Ia memaksa melepaskan tangannya. Aku tidak membiarkan hal itu, namun ia tetap berusaha melepaskan tangannya dan akhirnya kulepas. Namun ia terjatuh dan saat ia bangun dan ingin pergi, sebuah mobil tidak sengaja menabraknya.”
“Jadi pada intinya, semua ini karena kau? Karena kau yang berdebat dengannya dan kau yang dengan bodohnya melepas tangan Rihyun tanpa menyadari ada mobil di kejauhan? Geuraeyo?”

Eunhyuk berbalik, menghempaskan tangannya yang terkepal dan mengusap wajahnya yang berkeringat. Ia kembali menghadap Awan dan secara spontan mendaratkan sebuah pukulan keras di pipi Awan. Awan meringis, menahan sakit dan darah yang menyembur keluar dari sudut bibirnya dan menatap tajam ke arah Eunhyuk.

“YAH! Apa yang kau lakukan?”

“Apa kau bilang? Aku tanya, apa yang kau lakukan pada RiHyun? Kau membahayakannya kau tahu? Dan sekarang kau masih bilang kayak gitu? Aiiis jinjja!!” Awan terdiam, menyadrai kesalahannya.

“Eo. Aku memang salah. Tapi tidakkah kau berpikir? Aku juga menyukai Rihyun, jauh menyukai dibandingkan dirimu. Mana mungkin aku tega berbuat seperti itu padanya? Kau pikir aku ini apa?”
Donghae yang melihat kejadian itu, langsung menahan Eunhyuk dan membawanya jauh dari Awan.

“Pantas saja RiHyun lebih memilihku. Kau sam sekali tidak pantas untuk Rihyun. Lihat saja dirimu! Emosional, gak pernah berpikir jernih dan panjang. Kau terlalu kekanak-kanakan.” Timpal Awan panjang. Ia mengelap darah yang masih keluar dari sudut bibirnya dan kembali menatap Eunhyuk diam.

“Awan-ssi. Berhentilah bicara. Yang kau lakukan hanya memperkeruh suasana.” Sekarang giliran Donghae yang menatap Awan. Ia kembali melihat jam tangannya. Sudah hampir 1 jam, tapi dokter ataupun Minyoung belum datang juga. Batin Donghae.

*

“YAAH! Donghae-ssi. Gimana keadaan Rihyun-ah? Apa yang terjadi?” MinYoung datang sendirian saat Donghae mencoba menghubunginya sekali lagi. Ia datang dari arah yang sama saat Eunhyuk datang dan pada kondisi yang sama pula.

“Lebih baik kau tanyakan saja pada orang yang tepat.” Ia menunjuk ke arah Awan datar. Membiarkan Awan melihatnya sebal, karena memang itulah yang diinginkannya.

MinYoung menoleh, mencari orang yang dimaksud Donghae. Untuk sesaat ia mengernyit, terkejut , lantaran tidak pernah melihat Awan sebelumnya. Minyoung masih menatapnya, berusaha mencari tahu tetapi tidak berkata apa-apa.

“Itu semua kesalahanku. Aku yang menyebabkannya seperti ini, tapi sungguh. Aku tidak sengaja melakukannya.”

“Maksudmu? Sebentar, kau ini siapa yah? Orang yang menabrak Rihyun-ah?” MinYoung bertanya bingung. Ia ingin melanjutkan pertanyaan lagi ketika pintu ruangan Rihyun dibuka. Dokter keluar dari ruangan dan menghampiri Donghae juga Eunhyuk. Ia mengelap wajahnya yang dipenuhi keringat.

“Dokter, bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Eunhyuk yang disusul kemudian pertanyaan dari Awan,

“Apakah keadaannya sudah lebih baik sekarang?”

“Belum. Kami membutuhkan donor darah sekarang. Apakah ada yang bersedia?” Dokter bertanya hati-hati. Semua yang berada di sana mengajukan dirinya untuk menjadi pendonor.

“Tunggu sebentar. Kami membutuhkan golongan darah O. Apa ada yang sama?”

“Aku bergolongan darah sama dengan Rihyun-ah.” Semuanya terdiam saat Eunhyuk tiba-tiba bicara. Memang, golongan darah Eunhyuk adalah O dan mungkin tidak ada yang sama lagi selain dirinya di sana.

“Baiklah. Mari ikut aku.” Dokter menuntun Eunhyuk berjalan mengikutinya menuju ruang tempat Rihyun dirawat.

“Tunggu sebentar dokter. Aku juga bergolongan darah O.”

*

“Apa maksudmu? Kau juga bergolongan darah O? Aiiish yang benar saja. Sekarang kau ingin mendonorkan darahmu juga untuk RiHyun-ah? Kau tidak ingat apa yang kau lakukan pada Rihyun-ah Awan-ssi?” Eunhyuk mendekati Awan dan berbicara persis dihadapannya.

“YAH! Berhenti  untuk terus menyalahkanku. Memangnya kau ini siapa? Kau sama sekali tidak berhak menyalahkanku.” Tukas Awan tak sabaran. Ia sudah cukup kesal di bulli oleh semua orang yang berada di situ.

“Memang, tapi aku tidak akan membiarkanmu menjadi donor darah untuk RIHyun-ah. Arasseo?”

“YAH! Kalian berdua. Bisakah kalian berhenti berdebat dan mulai membantu Rihyun-ah? Kalau kalian terus begini yang ada Rihyun-ah tidak bisa tertolong.” Min Young mulai bicara. Ia kemudian menghampiri Eunhyuk dan menyuruhnya masuk ke dalam kamar Rihyun, mengikuti dokter.

“Biar Eunhyuk saja. Kenapa? Karena aku mengenal Eunhyuk dan tidak mengenalmu dan karena aku saudara sepupu Rihyun, jadi aku berhak menentukan siapa yang menjadi donor untuk Rihyun-ah. Arasseo?”

Awan membuang wajahnya. Ia terlihat sangat kesal.

“Jadi, bisakah kau menceritakan semuanya padaku? Siapa dirimu? Bagaimana awalnya kecelakaan ini? Dan kenapa –oh kenapa kau bilang ini semua salahmu? ”

Tobe.contiuned

sebelumnya selanjutnya



Tidak ada komentar:

Posting Komentar