Hai, lama kita tak berjumpa. Lagi-lagi,
aku ingin bercerita padamu mengenai kisah dari gadis cantik. Izinkan aku
menyampaikan kisah terakhir ini. Aku janji padamu bahwa ini adalah akhir dari
kisah yang sanggup aku ceritakan padamu.Tetapi sebelum aku melanjutkan cerita
ini, sebelum aku menyampaikannya padamu, aku ingin sedikit bercerita tentang
diriku. Tolong izinkan aku.
Katakanlah... bahwa aku sedang
patah hati. Sakit hati. Kau tentu tahu bagaimana rasanya bukan? Bagaimana kau
merasakan yang namanya sakit hati, bagaimana ketika seseorang yang kau sayangi,
namun orang tersebut bukanlah orang yang terbaik untukmu. Atau, ketika kau
harus memilih, di antara 2 orang yang kau sayangi, padahal dua-duanya sangat
berarti untukmu, dan kau tahu, yang satu memang (harus kau akui) bahwa kau
lebih membutuhkannya, namun harus segera (cepat atau lambat) kau harus memilih
salah satunya. Itulah yang sedang aku alami. Bingung kah? Aku pun bingung
bagaimana harus menjelaskannya padamu.
Aku tidak ingin membuat salah
satunya sakit, namun ketika aku memilih pun, aku yang sakit. Setiap keputusan
selalu memiliki resiko kan, yah? Setiap resiko pasti selalu mengorbankan salah
satu pihak, dalam kasusku, lebih dari satu pihak.
Minggu lalu, aku dilamar. Dan
kuberitahu, bahkan sampai hari ini pun, aku belum memberikan jawabanku kepada
lelaki yang melamarku, padahal ia sudah datang ke rumahku kemarin untuk meminta
jawaban dariku. Tapi, entahlah, aku hanya diam dan meminta waktu. Aku bingung
harus menjawab apa, rasanya memberi keputusan IYA atau TIDAK kemarin adalah
sesuatu yang sangat sulit, yang sungguh aku katakan padamu.. rasanya seperti
tenggorokanku tercekat. Tidak bisa menjawabnya. Orangtuaku pun tidak mengetahui
jawabanku apa. Sampai-sampai kedua orang tua kami (aku dan laki-laki itu)
merasa kecewa. Dari raut wajahnya pun sangat terlihat.
Namun, yang tidak habis pikir,
lelaki itu, dia berkata bahwa dia akan menunggu sekali lagi untuk mendapat
jawabanku. Jadi, aku tidak bisa apa-apa dan aku membolehkannya untuk menunggu
sekali lagi.
Ia pulang dan berjanji akan
datang minggu depan di Hari Jumat. Hari itu, aku harus menyampaikan jawabanku.
Aku pergi ke kantor hari ini
seperti biasa. Sudah hampir 2 tahun ini aku tidak bertemu dengan gadis cantik,
sahabatku yang aku rindukan. Sungguh aku merindukannya, namun aku tidak
memunyai nomor teleponnya sejak poselku yang lama hilang. Aku putus komunikasi
dengannya. Dan entah mengapa, ia tidak mencoba menghubungiku. Atau mungkin ia
kesulitan untuk menghubungiku. Aku tidak tahu. Semoga ia baik-baik saja. Dan semoga,
aku bisa dipertemukan dengannya hari ini.
Aku menjalani hari ini tanpa
memikirkan kejadian kemarin. Aku ingin bersikap biasa, dan aku tidak ingin
terlalu dipusingkan oleh itu. Entahlah. Sudah cukup aku merasa gelisah, dan aku
tidak mau membawanya ke urusan pekerjaanku. Hingga pekerjaan ini selesai, hingga
aku kembali lagi ke rumah.
*
Aku pulang ke rumah setelah
semua pekerjaanku selesai. Aku tahu, aku harus mendiskusikannya kepada orang
tuaku. Karena bagaimanapun, aku butuh saran mereka. Namun hal yang mengejutkan
kembali terjadi padaku.
Gadis cantik itu sedang duduk di
sofa ruang tamu rumahku. Aku senang bukan main! Ia tersenyum padaku dan
mengucapkan salam serta menyapaku. Ibuku berkata bahwa ia telah menunggu hampir
satu setengah jam. Ia tidak tahu kalau aku sekarang sudah bekerja (Ia juga
bekerja), Ibuku menyuruhku untuk menemaninya terlebih dahulu. Dan segera, ibuku
meninggalkan kami berdua.
Aku tahu, jika Gadis Cantik
datang ke rumahku. Pasti, ada sesuatu yang ingin disampaikannya. Dan begitu
pula aku! Ya Tuhan, terima kasih! Aku membiarkan ia untuk bercerita lebih
dahlu.
Ia tertunduk. Tahu bahwa saat
aku menatapnya dalam, ia bahkan tidak bisa membohongiku. Namun, wajah cantiknya
tetap tidak bisa hilang meskipun ia menunduk, meskipun ia sedih, meskipun ia
sedang menutupi sesuatu apapun dalam hatinya. Aku tahu itu. Ya Tuhan, aku
sangat tahu itu.
Namun, apapun yang akan ia
sampaikan padaku, kumohon, janganlah sesuatu yang buruk. Janganlah sesuatu yang
membuatku merasa sakit karena kesedihannya. Atau setidaknya, meskipun aku tahu
kemungkinan besar bahwa itu sesuatu yang membuatnya sedih, aku tidak ingin
lebih menyakitinya dengan cerita yang ingin aku sampaikan.
“Sebulan yang lalu, aku di
lamar.”
Aku terlonjak kaget. Oleh siapa?
“Seseorang itu bukan Mahameru
ya?” tuduhku.
“Iya.”
“Dan jawabanmu?”
“Aku menerimanya.”
Bagaimana
mungkin? Apakah itu alasannya? Semua kemungkinan berkecamuk di dalam pikiranku. Namun,
sebisa mungkin aku menjaga perasaanku untuk tetap tenang.
“Mengapa?” aku bertanya lemas.
“Mm.. tidak semua yang kau
ingikan baik untukmu kan? Mungkin itu yang terjadi padaku. Bertahun-tahun aku
mengharapkannya, namun Tuhan tidak memberiku jawaban Ya atas harapanku. Tuhan
menjawabnya lain.”
“Apakah Mahameru tidak datang ke
rumahmu?”
“Ia datang. Jauh sebelum calon
suamiku datang ke rumahku.”
Apa?
Lalu mengapa....
“Dulu aku berdoa, aku ingin
Mahameru lah yang pertama datang ke rumah orangtuaku. Dan Tuhan menjawabnya
iya. Namun meskipun ia yang pertama datang, Tuhan menjawabnya tidak untukku.”
“Lalu apa alasanmu menolaknya?”
“Orangtuaku yang menolak.”
Ya Tuhan... hatiku lebih sakit
daripada sebelumnya. Mengapa engkau menggariskan sebuah jalan yang sangat sulit
baginya? Mengapa engkau sangat menguatkan hatinya. Dan mengapa, untuk kesekian
kalinya, kau membuatku iri padanya.
Aku iri. Aku iri dengan
ketegaran hatinya. Aku iri bahkan saat ini ia bercerita, ia tidak menangis sama
sekali. apakah aku jahat, Tuhan? Mengapa harus kami berdua yang mengalaminya?
Mengapa ia begitu baik hati. Mengapa
ia bisa sangat mementingkan orangtuanya dibandingkan perasaannya. Mengapa di
zaman seperti ini, bahkan masih saja ada hal-hal berbau Siti Nurbaya? Sekali
lagi, mengapa aku tidak bisa baik seperti dirinya.
Aku menitikkan air mataku, yang
segera dihapus oleh tangan lembutnya.
“Hei, jangan sedih. Aku baik-baik
saja. Sungguh, lagipula calon suamiku, ia pasti lebih baik dari Mahameru. Iya
kan?”
Aku mengangguk.
“mengapa orangtuamu menolaknya?”
“Alasannya, karena usia kami.Kita
tahu bahwa aku dan Mahameru hanya terpaut satu tahun.Dan orangtuaku berkata
bahwa perempuan pasti akan lebih cepat menua dibandingkan laki-laki.Sudah
banyak bukti yang menunjukkanya, karena itulah fakta yang terjadi. Dan aku
menyadari juga membenarkan hal itu. Meskipun dalam hati kecilku, aku berteriak
bahwa usia bukanlah masalah, bahwa tujuan dari kita menikahlah yang menjadi
masalah. Karena sejatinya, tujuan menikah adalah untuk beribadah bukan? Untuk mencari
surga dari Tuhan kita, dan itu tidak dilihat dari usia”suaranya sangat parau.
“Tapi aku tidak bisa tidak patuh
pada kemauan orangtuaku. Aku tidak ingin Tuhan marah padaku karena tidak patuh
pada mareka.Ridho dari orang tua kita, maka itu adalah ridho Tuhan kita juga
kan? Apakah aku benar mengambil keputusan ini, sahabatku?”
Air mataku menetes lebih banyak.
Aku menyakitinya, sekarang ia bertanya padaku apakah keputusan itu benar? Namun
sebenarnya yang ingin dia tanyakan adalah, apakah
aku sanggup melepaskan Mahameru? Aku tahu itu.
“Aku menyanyangimu, Gadis
Cantik. Dan aku tahu, setiap keputusan yang kau ambil pasti atas pertimbagan
yang matang. Namun, aku tidak yakin akan perasaanmu. Mungkin waktu yang akan
menjawabnya.”
“Begitu ya...”
“kapan dirimu akan menikah,
Gadis cantik?”
“Insya allah, bulan depan.”
“Maka kau harus menyiapkanya
dengan sangat baik!”
“Insya allah. Terima kasih
karena telah mendengarkanku.”
“Sama-sama. Kau tahu...”
“ya?” tanyanya agak penasaran.
“Aku pun di lamar.Minggu lalu. Dan
aku belum tahu akan menjawab apa.”
“oh ya? Mengapa?”tanyanya
semakin penasaran sekaligus heran dan bingung.
“Karena kamu, Gadis cantik.”
“Aku?”
“Ya. Kau tahu, aku bingung bukan
main bagaimana aku bisa bertemu denganmu dan bagaimana harus bercerita padamu.”
“Aku di sini sekarang. Jadi, kau
bisa menceritakannya.Jadi, siapa yang melamarmu?”tanyanya setengah meledekku.
Tidak ada kesedihan yang sebelumnya ada di benaknya terlihat di wajahnya
sekarang.
“Aku dilamar Mahameru.”
Ia terdiam.. juga tersenyum.
*
Bismillahirrohmanirrohim...
Aku ucapkan selamat padamu dari lubuk hati yang paling dalam.
Aku turut bahagia melihatmu bahagia di hari ini. Aku harap
begitu.
Kau tau, sakit rasanya ketika harus mengucapkan selamat
kepada kalian, di hadapan kalian, menyalami tangan kalian, hari ini. Ketika aku
harus benar-benar melepaskanmu. Aku mohon maaf karena lancang sekali berkata
seperti ini sedangkan kau sendiri sudah bersuami. Tapi aku masih mencintaimu.
Dan mungkin, akan selalu mencintaimu sampai nanti.
Aku tidak tahu mengapa bisa begitu. Padahal sejak awal pun,
kita tidak pernah sedikitpun berinteraksi. Namun, aku selalu menyukai setiap
caramu. Dan aku masih memikirkan bagaimana aku bisa dengan bodohnya melewatkan
masa SMA kita dengan begitu saja.
Tidak mengucapkan, “Hai!” kepadamu, barang sekali saja. Hah,
penyesalan selalu datang terlambat.
Mungkin kau sudah mendengar darinya. Ketika aku melamarnya,
aku pun ditolak. Sepertinya aku masih harus memperbaiki diriku. Dan kini aku
pun tahu, bahwa aku sangat tidak pantas bersanding denganmu. Laki-laki yang
berdiri di sampingmu lah yang sangat pantas.
Aku tidak meminta balasan darimu atas surat ini. Aku harap,
setidaknya, aku masih bisa berbicara denganmu, Gadis Cantik. Untuk terakhir
kalinya.
Sekali lagi, selamat. Kia tidak pernah tahu seperti apa
jalan hidup kita. aku bahagia, semoga aku bisa menyusulmu. Terimakasih karena
memberikan kenangan yang sedikit, tapi sungguh berkesan. Terima kasih atas tulisan-tulisan
yang selama ini kau tulis dan kau simpan untukku. Aku sudah menerimanya.
Setidaknya, aku jadi lebih banyak tahu tentang dirimu. Hehe.
Salam,
Mahameru.
*
Aku rasa, aku sudah membuat
keputusan yang tepat. Ketika Gadis Cantik menyuruhku untuk menerima Mahameru,
karena ia senang jika melihat Mahameru bersamaku. Hatiku mengatakan tidak.
Maafkan aku, gadis Cantik. Aku tidak sependapat denganmu. Aku mementingkan
perasaanku.Aku tidak ingin kecewa.Dan aku bersyukur, Mahameru mau menerima
jawabanku, begitu pula orangtuaku.
Oh iya, sebelum aku mengakhiri
ceritaku yang panjang ini, biarkan aku menyampaikan surat yang diberikan Gadis
Cantik untuk Mahameru, ya? Begini isi suratnya :
Terima Kasih.
Tuhan kita menyuruh kita untuk tetap saling menjaga silaturrahim,
ya? Jadi, mengapa harus bilang untuk terkahir kalinya? kita bisa saling
bertukar kabar kok.
Oh iya, aku sungguh sangat menantimu meraih kebahagiaanmu,
juga menyusulku secepatnya. Ssst, aku juga mencintaimu. Jangan bilang-bilang
ya!
Satu lagi, Mahameru itu... lelaki yang baik.