Jumat, Juli 06, 2012

One Love. Chapter 7 (by : 신리현)



“Apa? Oh, ya ya ya. Aku sudah tau mengenai hal itu. Hm, baiklah. Nanti akan ku selesaikan. Ne? (ya?) Apa lagi? Ooh, arasseo (aku mengerti). Sudah dulu ya. Aku tunggu kehadiranmu besok di kantor.” Awan menutup teleponnya dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Hari ini ia sengaja tidak masuk kantor dan memilih untuk berjalan-jalan. Tapi entah apa yang membuat langkahnya membawanya ke rumah Rihyun. Ia berhenti saat melihat Rihyun yang sedang bersiap-siap di depan rumahnya, ingin berangkat ke radio. Awan buru-buru berlari dan menghampiri Rihyun.

“Annyeong haseyo (apa kabar), Rihyun-ah.” Sapanya ramah kepada Rihyun. Rihyun menengok dan sedikit terkejut saat menyadari bahwa yang sekarang berada di sebelahnya adalah Awan. Rihyun melengos, mengalihkan pandangannya dan tidak mengacuhkan Awan.  Ia benar-benar tidak suka melihatnya.

“Ng.. Mianhae (Aku minta maaf).” Ucap Awan pelan, hampir membuat Rihyun tidak percaya.

“Mwo? (apa?)” tanya Rihyun balik pura-pura tidak mengerti. Padahal kata-kata itulah yang sudah ia tunggu-tunggu sejak sekian lama. Rihyun menghentikan langkahnya dan menatap Awan.

“Nan (aku).. nan jeongmal mianhae (aku sungguh-sungguh minta maaf). Jinjja mianhae. (benar-benar minta maaf)” Ucap Awan sekali lagi, tapi kali ini lebih keras dari yang sebelumnya. Seolah ingin meyakinkan Rihyun mengenai ucapannya.

“Untuk apa? Oh~ karena kau telah membuat hubunganku dengan Eunhyuk kacau sekarang ini? Dwaesseo (sudahlah), lupakan saja.” Tebak Rihyun asalan. Begitu banyak hal buruk yang telah Awan lakukan padanya, ia sendiri sampai bingung. Dan Awan hanya mengucapkan satu kata, “Mianhae” untuk semuanya? Sangat tidak adil.

“Bukan. Aku tidak menyesal untuk itu. Aku ingin meminta maaf atas sikapku dulu padamu. Aku menyesal kenapa aku harus meninggalkanmu dulu sampai membuatmu lari ke Korea seperti sekarang. Sungguh, aku minta maaf.” Kali ini Awan menjelaskannya dalam Bahasa Indonesia, tidak ingin orang-orang di jalan itu mengetahui apa yang sedang ia bicarakan.

RiHyun mengernyit diam. Kemudian menarik nafas panjang dan tersenyum kecil.

“Kau pikir aku akan memaafkanmu? Atas dasar apa? Gak segampang itu. Kau sudah membuatku terpuruk dan sekarang kau datang begitu saja, membuat masalah baru dalam hidupku dan hanya mengucapakan kata maaf? Menurutmu itu adilkah?” ucap Rihyun datar.  RiHyun mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan mulai pergi meninggalkan Awan. Angin musim gugur yang bertiup lembut tidak memadamkan emosi yang mulai bergejolak di dalam dirinya. Rasanya ia ingin menangis. Tapi Rihyun sendiri bingung, apakah ia harus menangis karena senang Awan telah meminta maaf padanya atau entahlah. Yang jelas, ia harus benar-benar pergi meninggalkan Awan sebelum air matanya jatuh perlahan.

*

“Kau! Sudah aku bilang kan? Aku tidak mau melihatmu. Pikyeo! (Minggir)” RiHyun sengaja meninggikan suaranya dihadapan laki-laki yang sekarang berada di depannya. Berharap laki-laki tersebut segera meninggalkannya sendirian, atau RiHyun akan kelewat emosi dan melaporkannya kepada polisi. Tapi sayangnya, tidak RiHyun lakukan.

“Tolong Rihyun-ah. Tolong dengarkan aku sekali ini saja.”

Rihyun berhenti. Menengok ke balik bahunya, menunggu Awan untuk menghampirinya dan menjelaskan semuanya. Menimbang-nimbang apakah ia sanggup mendengar semua yang akan Awan ucapkan atau memilih kabur sekarang juga. Namun, alih-alih ia kabur _berlari meninggalkan Awan dan masuk ke dalam salah satu taksi yang berada di pinggir jalan itu, RiHyun malah berbalik, menatap Awan dan menarik napasnya berat. Mempersilahkan Awan untuk bercerita, membuat sebuah senyum terekah di wajah kurus Awan.

*

“Aku.. saat itu aku tidak punya pilihan RiHyun-ah. Aku sungguh minta maaf karena harus berbohong padamu. Harus meninggalkanmu padahal aku tahu saat itu kau membutuhkanku. Saat kau terpuruk. Saat kau kecewa karena kegagalanmu memasuki universitas yang kau inginkan, ditambah lagi masalah teman-temanmu yang menghianatimu. Aku sungguh minta maaf karena justru pada saat itu, aku malah pergi darimu. Memutuskan hubungan kita. Tapi aku tidak tahu kalau ternyata kau begitu jatuh hingga frustasi seperti itu. Aku mengira kau akan baik-baik saja karena aku tahu, kalau kau adalah orang yang kuat. Tapi percaya padaku, Rihyun. Aku sudah menjelaskannya pada ayahmu. Dan beliau, yah Beliau memaklumiku. Beliau mempersilahkan aku pergi darimu dan menyelesaikan tugasku.” Awan masih memandangi RiHyun. Mencari-cari sebuah tanda pemberian maaf dari RiHyun, menunggu respon positif darinya tapi kenyataannya adalah RiHyun sama sekali tidak menatapnya balik. Atau setidaknya merespon barang satu katapun. RiHyun hanya menunduk, sesekali menatap lurus ke depan tanpa mengindahkan Awan yang berada di sampingnya.

“Aku tahu aku salah. Aku tahu seharusnya aku langsung menjelaskannya padamu saat itu. Bukan melalui ayahmu. Aku.. aku hanya tidak mau melihatmu semakin sedih saat itu. Sungguh. Tapi aku tidak percaya bahwa semua keputusanku yang sudah aku buat matang-matang saat itu malah berujung seperti ini. Membuatmu sangat membenciku dan menganggapku sebagai pengganggumu. RiHyun-ah. Tolong lihat aku. Aku tidak berbohong RiHyun-ah.” 

Rihyun tersenyum tipis. Terihat lirih. Air matanya sudah tumpah membasahi wajahnya. Tidak sanggup melihat Awan. Tapi, ia harus. Ia harus membuktikan pada Awan bahwa selama ini ia baik-baik saja. Bahwa selama 5 tahun terakir ini ia bisa menjalani hidup tanpa Awan. Tanpa cinta pertamanya. Jadi, RiHyun menatap Awan sekarang. Mengusap air matanya cepat-cepat. Membuat sedikit perasaan lega di benak Awan. Mungkin inilah yang sejak dulu RiHyun tunggu-tunggu. Mungkin inilah jawaban atas pertanyaan yang telah menghantuinya selama ini. Tapi, meskipun Awan sudah menjelaskannya. Meskipun kini, RiHyun telah ikhlas memaafkannya –Sungguh RiHyun telah ikhlas memaafkan Awan. Namun, perasaannya telah berubah. Rihyun tidak lagi menyukai Awan. Baginya, Awan adalah hanya sepotong, bukan, sebagian masa lalunya yang sudah ia kubur dalam-dalam. Ia simpan rapih-rapih di dalam memorinya. Dan tidak pernah bisa terbuka lagi.

“Dan sekarang.. aku kembali RiHyun-ah. Aku kembali. Aku ingin menjemputmu kembali. Tugasku sudah selesai RiHyun-ah. Sekarang aku sudah memimpin perusahaan ayahku. Dan aku sudah berjanji pada ayahmu untuk memintamu kembali saat tugasku ini sudah selesai. Aku tahu mungkin agak terlambat. Tapi.. maukah kau kembali bersamaku lagi?”

RiHyun tersentak. Tidak percaya akan pendengarannya saat ini. Rihyun menelan ludah bulat-bulat. Sebuah perasaan senang menjalari tubuhnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa rasa senang itu semakin menjalar ke seluruh bagian sel tubuhnya. Merangsang otaknya untuk segera memberi jawaban YA, tapi.. tidak ada satu patah kata pun yang terucap di mulut RiHyun.

Alih-alih menjawab Ya, RiHyun malah tersenyum lirih. Sedetik kemudian tertawa kecil. Meluapkan rasa senangnya dengan cepat dan tersenyum lebar. Senyum yang benar-benar tulus dan tidak ada kecurigaan terhadap Awan sama sekali. Yang yah, jujur saja, membuat Awan bertambah lega dan mengira-ngira jawaban apa yang menunggunya.

“Jadi.. apa jawabanmu?”kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Awan tanpa bisa dicegah.

“Sekarang?”ledek Rihyun membuat sebuah tawa terpecah diantara keduanya.

“Yah, kau tahu kan aku bukan tipe orang yang bisa sabar.” Ucap Awan.

“Baiklah.” RiHyun menarik napasnya dalam-dalam. Berpikir keras bagaimana ia mengawalinya. Mencari kata-kata yang pas untuk diungkapkannya. Dan akhirnya ia tahu, RiHyun tau darimana ia harus mulai, “Awan.. Kau tahu, pada mulanya aku benar-benar membencimu. Setidaknya sampai 10 menit yang lalu. Tapi begitu kau menjelaskannya padaku. Aku.. merasa sangat lega. Sangat senang. Karena pada akhirnya kau datang padaku dan meminta maaf padaku. Itu membuatku merasa sangat dihargai, Awan. Sungguh. Tapi.. kau salah. Kau salah kalau mengira bahwa aku tidak mengetahui alasanmu kenapa meninggalkanku sendiri. Aku sudah mengetahuinya Awan. Dari ayahku. Pada hari itu juga. Namun, yang membuatku sangat kecewa adalah kenapa kau tidak langsung bicara padaku. Kenapa harus lewat ayahku? Tapi itu tidak jadi masalah lagi sekarang. Aku memaafkanmu.” Awan mendengarkan dengan seksama sembari mendekap erat tangannya sendiri. Masih menunggu jawaban atas pertanyaannya pada RiHyun. Awan mencoba tersenyum pada RiHyun tapi tidak dapat dipungkiri terdapat keraguan dalam dirinya kalau-kalau RiHyun menolaknya.

“Kau sendiri tau kan bahwa kau adalah cinta pertamaku. Meskipun agak lucu karena aku tidak pernah membayangkan akan seperti ini jadinya. Tapi, percayalah padaku. Kau masih ada di dalam hatiku, bahkan sampai detik ini.” RiHyun menghela napasnya. Mencari-cari kata yang tepat untuk diungkapkannya pada Awan sehingga tidak melukainya. Tidak lagi. RiHyun tidak mau hal ini berkelanjutan. Tidak mau kebencian selalu melilit hidupnya lagi. Tidak. Tidak untuk selamanya. RiHyun menoleh, menatap Awan sekali lagi dan tersenyum lembut. Memperhatikan senyum lebar yang kini menghiasi wajah Awan.

“Tapi aku minta maaf Awan. Aku tidak bisa bersamamu. Aku.. Kau tahu, aku menyukai orang lain sekarang.” Jelas RiHyun. Sedetik kemudian, senyum di wajah Awan kembali sirna.

“Barusan kau bilang bahwa aku masih tersimpan di dalam hatimu kan? Benar kan?”

“Yah.. itu benar Awan. Tapi mengertilah. Kau hanya bagian dari masa laluku. Tapi kita masih bisa berteman kalau kau mau.”

“Apakah aku terlambat? Apakah ini karena Eunhyukmu itu?”

“Seperti yang kau lihat selama ini Awan.” Rihyun tersenyum, mencoba membuat Awan untuk tersenyum juga. Mencari-cari celah di wajah Awan untuk mengetahui apakah Awan kecewa atas ucapannya? Atau awan bisa menerimanya. Karena RiHyun tau, Awan bukanlah tipe orang yang bisa dengan mudah menerima keputusan orang lain.

Awan tersenyum. Persis seperti yang diharapkan Rihyun, tapi senyum itu dengan cepat pula menghilang dari wajah tampannya. Meninggalkan jejak kepedihan yang cukup dalam. Baru saja RiHyun ingin menjelaskan kepadanya, meminta pengertian dari awan ketika tiba-tiba saja Awan berkata, “Baiklah. Aku mengerti. Tapi, Rihyun. Dengar! Aku tidak akan menyerah. Tidak akan. Mungkin saat ini kau tidak bisa menerimaku. Tapi percayalah RiHyun. Aku akan kembali lagi. Memintamu kembali lagi padaku.”

“Terserah. Tapi.. tidakkah kau bisa menerima kenyataannya sekarang Awan? Aku menyukai Eunhyuk. Dan kau tidak bisa memungkirinya. Jadi, aku mohon padamu. Berhentilah. Dan jangan ganggu aku juga Eunhyuk. Jangan kau sakiti dia lagi. Masalah kita sudah selesai bukan Awan?” Tapi tidak Awan jawab. Mereka berdua terdiam dalam hening. Tidak ada satupun yang bersuara. Hanya angin musim gugur yang menemani mereka.

“Mmm, Aku harus berangkat ke radio sekarang. Mianhae (maaf) Awan. Jinjja mianhae (benar-benar minta maaf). Annyeong.”

RiHyun berjalan meninggalkan Awan sendirian. Berharap keputusannya meninggalkan Awan saat ini adalah tepat. Rihyun membuka tasnya, mengambil ponselnya dan mencari sebuah nama kontak yng ada di poselnya. Ingin menelepon kontak tersebut ketika tiba-tiba mendengar derap langkah kaki yang begitu cepat –seperti berlari_ di belakangnya. Ia menoleh dan mendapati Awan sedang menuju arahnya.

Kalau saja kejadian itu bisa diperlambat, kalau saja ia bisa menyadarinya lebih awal. Mungkin Rihyun bisa menghindar. Bisa menolak dekapan Awan yang sangat tiba-tiba. Membuat dadanya begitu sesak. Begitu tidak bisa bernapas.

“Awan.. lepas. Aku mohon.” Tapi tidak dihiraukan oleh Awan. Rihyun berusaha melepasnya, mencari celah untuk bisa bernapas, “Awan.. LEPAS!!” Rihyun dengan sekuat tenaga mendorong Awan menjauh darinya. Alih-alih mendapatkan Awan yang terdorong jauh ke belakang, RiHyun malah mendapati dirinyalah yang terdorong ke belakang, jatuh ke sisi kanan jalan raya. Berusaha mencari keseimbangan dirinya akibat sepatu haknya yang patah sebelum menyadari bahwa ada sebuah van yang melaju di sampingnya. Persis di sampingnya.

BRAAAKK!

Semuanya terjadi begitu cepat. Tanpa bisa diduga-duga, tanpa bisa dicegah oeh RiHyun ataupun Awan. RiHyun mulai kehilangan kesadarannya. Pemandangan di sekitar mata RiHyun mulai kabur, tidak jelas. Tapi RiHyun masih bisa menangkap jelas wajah Awan yang terlihat panik di depannya. Berusaha mencari pertolongan sementara orang-orang mulai mendatangi mereka. Perlahan, semuanya menjadi sangat kabur hingga akhirnya gelap. Semuanya gelap. Tanpa ada cahaya sedikitpun. RiHyun tidak sadarkan diri.

*

“Jadi begitukah? Jadi kaukah orangnya? Orang yang membuat RiHyun terlihat kacau saat pertama kali sampai di sini. Tidak kusangka kau benar-benar datang kemari.” MinYoung menatap sinis Awan. Masih menyandarkan punggungnya ke dinding luar kamar rawat RiHyun. Begitu pula dengan Eunhyuk dan Donghae. Ada secercah perasaan senang di dalam hati Eunhyuk, dan kali ini Eunhyuk tidak mau menyia-siakannya.

Mendengar pengakuan Awan barusan, menyadarkan Eunhyuk satu hal; bahwa ia benar-benar bodoh. Bagaimana bisa ia tidak menyadari kalau selama ini RiHyun juga menyukainya. Bagaimana bisa ia membiarkan perasaan bingungnya selama ini? Malah ia berpikir yang tidak-tidak tentang sahabatnya, Donghae. Tentang RiHyun yang lebih menyukai Donghae lah, Donghae yang serba lebih dibandingnya lah, apapun itu. Prasangka buruk itu membuat Eunhyuk luput akan segalanya.

Dan Eunhyuk tau, ia sangat bersalah.

Suara pintu memecah lamunan Eunhyuk. Terlihat dokter yang menangani RiHyun keluar dari kamar RiHyun, menyatakan pada mereka semua yang ada di sana bahwa keadaan RiHyun sudah mulai membaik dan tidak ada yang perlu dicemaskannya. Seketika, perasaan lega menyelimuti MinYoung, eunhyuk, Donghae dan juga awan yang masih berada di sana.

Terima kasih Tuhan, ucap Eunhyuk lirih.
*

Seminggu berlalu sejak kejadian yang menimpa RiHyun. Tidak ada yang berubah kecuali kondisi RiHyun yang sudah sangat membaik. Eunhyuk dan juga Donghae masih sering mengunjungi RiHyun hampir tiap hari. Membantu MinYoung yang sendirian merawat RiHyun lantaran orang tua Rihyun yang belum bisa datang kembali ke Seoul. Awan tidak pernah menunjukkan diri lagi, setidaknya setelah hari itu.

“Selamat pagi!” sapa Eunhyuk ketika memasuki kamar RiHyun.

“Eunhyuk-ah!! Selamat pagi ^^”

“Sudah sarapan?”tanya Eunhyuk sambil menyodorkan sekuntum lili merah yang dari tadi disembunyikan eunhyuk di punggungnya kepada RiHyun
“Sarapan? Sudah kok. Baru aja. Apa ini? Lili merah? Mm, gomawoo (terima kasih; informal) Eunhyuk-ah. Tapi.. kenapa kau selalu memberiku Lili merah? Maksudku, aku memang tidak terlalu menyukai dan mengerti tentang bunga. Jadi aku gak terlalu ngerti artinya apa.”

“Nanti juga tau sendiri. Ini, aku ingin mengembalikan jepit rambut ini padamu. Kau menjatuhkannya sewaktu dibawa ke sini.” Eunhyuk menyodorkan sebuah jepit rambut berwarna biru safir kepada RiHyun. RiHyun tertegun. Menatap jepit rambut itu lekat-lekat. Seingat RiHyun, ia memang membawanya saat ia mengalami kecelakaan minggu lalu. Tapi, ia tidak menyangka kalau jepit rambut itu masih ada.

“Buang saja. Aku tidak mau menyimpan barang yang tidak kuketahui darimana asalnya dan siapa pemberinya.”

Eunhyuk langsung terpaku. Diam. Tidak tahu harus berbicara apa. Sekali lagi, ia merasa sangat malu dan bersalah. Maksudnya, kenapa juga ia tidak mau mengakui bahwa jepit rambut itu memang darinya? Kenapa juga saat itu ia harus bilang bahwa jepit rambut ini pemberian Donghae? Eunhyuk mau tak mau menggaruk kepalänya yang tidak gatal. Terlihat salah tingkah.

“Oke. Baiklah. Ini, memang pemberianku. Jadi, apakah kau masih tidak mau menyimpannya?”jawab Eunhyuk akhirnya pasrah.

“Tidak. Aku akan memakainya, tentu saja.”setika langsung mengaitkannya pada rambut panjangnya yang terurai tidak jelas. “Eunhyuk-ah. Aku bosan di sini. Kita jalan-jalan keluar ya?”

“Di luar anginnya masih cukup kencang lho, ditambah lagi udara semakin dingin. Sebentar lagi kan musim dingin Rihyun-ah. Kau tidak apa-apa memang?”

RiHyun hanya menggeleng, menujukkan rasa antusias yang besar. Eunhyuk berpikir sebentar, menimbang apakah tidak apa mebawa RiHyun keluar kamar sementara cuaca sedang tidak bersahabat. Namun, pikiran itu langsung tergantikan oleh rasa antusiasme dari Eunhyuk juga ketika Rihyun menunjukkan sebuah jaket tebal –yang dikenalinya sebagai jaket miliknya- dan sesuatu yang perlu ia bicarakan dengan RiHyun. Maka Eunhyuk pun setuju.

Mereka berjalan keluar, Eunhyuk memegangi tangan Rihyun agar tidak jatuh (lantaran RiHyun yang tidak mau duduk di kursi roda). Mereka berjalan menyusuri koridor. Kemudian berbelok ke arah kiri dan melewati meja resepsionis rumah sakit tersebut sebelum akhirnya keluar. Ke arah taman depan. Eunhyuk membantu RiHyun duduk di sebuah bangku kecil di sebelah air mancur. Menghadap ke arah jalan raya hingga akhirnya memilih duduk di sebelah RiHyun.

“RiHyun-ah.”

“Ne? Wae geurae? (ada apa?)” jawab RiHyun singkat sembari menoleh ke arah Eunhyuk. Mencoba menunjukkan seulas senyum di bibir pucatnya.

“Aku.. menyukaimu. Lebih dari sekedar teman.”

RiHyun terkejut. Tentu saja bukan? Siapa juga cewek yang tidak akan terkejut mendapatkan pengakuan yang begitu mendadak, frontal dan maaf saja, tidak romantis. Tidak seperti di drama-drama korea yang mengisahkan bahwa seorang laki-laki harus mengucapkannya di sebuah restoran, dengan jamuan makan malam yang cukup mewah. Si pria memakai setelan jas yang rapih dan si wanita, memakai gaun atau setidaknya dress serta sepatu hak tinggi. Dan juga riasan wajah! Oh, sangat bertolak belakang dengan keadaan Rihyun saat ini. Dengan baju piama, rambut sedikit acak-acakna, tanpa riasan wajah –yang ada hanyalah wajah putih kusam dan pucat- dan jaket yang membalut wajahnya, juga sendal jepit rumah sakit yang ya ampun sangat tidak bisa terbayangkan. Namun tetap harus dibayangkan.

“Begitukah? Gak romantis banget sih ngucapinnya! Hahaha Setidaknya kau harus menunggu sampai aku sembuh dulu atau yah, setidaknya dengan riasan wajah sedikit saja.”

Eunhyuk tergelak. Menahan tawanya yang hampir saja meledak kalau-kalau ia tidak sadar bahwa di sini adalah rumah sakit. Eunhyuk melihat RiHyun yang kali ini agak cemberut dan seketika itu juga tawanya langsung pecah.

“Buahahaha. riHyun-ah. Yang benar saja. Kau tidak perlu seperti itu. Aku tahu aku tahu. Aku ini memang sangat tampan . Tapi gak usah kayak gitu juga.”

“Jadi kau meledekku sekarang?”

“Tidak. Aku serius. Aku sungguh serius. Kau.. bagiku mau tanpa rias ataupun pakai sama saja. Aku tetap menyukaimu. Tidak kurang, malah bertambah. Dan kau hanya tinggal percaya padaku saja bahwa aku menyukaimu. Dengan sepenuh hati.”

To be continued.


sebelumnya

2 komentar:

  1. aaaaaaaaaaaaaa~~~~~~ apakah aku first reader? *plaaaaaaak
    lanjut lanjuuuuuuuuuuuut~~~~ aku paling suka chapter iniiiiiii >///<
    masih bersambung ini kaaaan? ayooo lanjuuuut~~~

    kelanjutan rihyun sama enhyuk gmn itu? jadian gak? jadian ajaaa siiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiih >o<
    (nurin: readers ini minta ditonjok banget -____-") kkkk~

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus